Senin, 17 April 2017

Kotaku Samarenda, Pendirinya Lamohang Daeng Mangkona.


Nama : Annisa
Nim : 1614015051
Sastra Indonesia B 2016
Universitas Mulawarman

Tokoh Tempat Tinggal



Pada tanggal 8 April 2017 saya dan teman-teman kampus saya dari Sastra Indonesia angkatan 2016, beserta dosen pembimbing. Melakukan perjalanan dari Samarinda Kota ke Samarinda Seberang untuk mengunjungi Makam Lamohang Daeng Mangkona. 

Perjalan kami dari Masjid Raya Darussalam Samarinda memakan waktu kurang lebih setengah jam untuk sampai ke Makam Lamohang Daeng Mangkona, waktu ini terbilang singkat. Jika dibandingkan dengan waktu dulu, ke dua tempat ini dihubungkan oleh jenis angkutan air yang disebut tambangan (Dachlan,123) yang memakan waktu lebih dari satu jam, untuk menyebrangi sungai Mahakam.

Sungai Mahakam di Kalimantan Timur ini adalah sungai terbesar kedua sesudah sungai Kapuas di Kalimantan Barat Mahakam adalah nama sungai terpanjang di Kalimantan Timur. Dari pangkalnya yang berada jauh di daerah pedalaman Kabupaten Kutai (hampir di tengah-tengah pulau Kalimantan) sampai dimuaranya yang menghadap Selat Makasar, panjang sungai ini lebih dari 920 Kilo Meter.

Hampir seluruh tempat pemukiman penduduk dalam daerah-daerah Kotamadya Samarinda dan Kabupaten Kutai –dari desa kecil yang berpenghuni belasan keluarga saja sampai Samarinda yang ibukota Kaltim- terletak di pinggir sungai atau cabang sungai Mahakam. Sedangkan Samarinda Kota dipisahkan oleh sungai Mahakam dari Samarinda Seberang (Dachlan,119&123).

Tetapi saat ini Samarinda Kota dan Samarinda Seberang sudah dihubungkan dengan jembatan yang juga dinamakan jembatan Mahakam, untuk menyebrangi sungai Mahakam dengan kendaraan darat.

Sampai di Makam Lamohang Daeng Mangkona, kami disambut oleh Pak Abdillah sebagai narasumber kami atau pengurus Makam Lamohang Daeng Mangkona. Menurut penuturannya, beliau adalah orang ketiga yang mengurus Makam Lamohang Daeng Mangkona ini. Sebelumnya bernama, Pak Suryansyah. Kakak dari Pak Abdillah. Dan yang pertama adalah Muhammad Toha, Bapak dari Pak Suryansyah dan Pak Abdillah, sekaligus yang menemukan makam ini pertama kali.

Sebelum menceritakan tentang Lamohang Daeng Mangkona, saya akan menyebutkan beberapa legenda yang ada di Kalimatan Timur sesuai dengan jenisnya.

Legenda

Menurut Kamus Mini Bahasa Indonesia, Legenda adalah cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah (Prihantini,25: 2015).

  • Jenis-jenis Legenda.

  1. Legenda keagamaan adalah legenda yang ceritanya berkaitan dengan kehidupan keagamaan. Contoh, Cerita Rakyat : Pendiri empat pilar di masjid Shirathal Mustaqiem.
  2. Legenda Alama Gaib adalah Legenda ini biasanya berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami seseorang. Contoh, Legenda ikan pesut.
  3. Legenda perorangan Adalah legenda yang menceritakan mengenai tokoh-tokoh tertentu.
  4. Legenda Lokal adalah legenda yang ada hubungannya dengan legenda suatu tempat. Contoh, Danau Lipan.

Kota Samarinda adalah Kota Samarenda

Lamohan Daeng Mangkona, berasa dari Wajo, yang merantau ke Kalimantan Timur. Mengingat, orang Bugis dan Makasar terkenal sebangai suku bangsa pelaut di Indonesia yang telah mengambangkan suatu kebudayaan maritim sejak beberapa abad lamanya (Koentjaraningrat,266: 1983). Tidak mengherankan jika beliau menggunakan perahu layar tanpa mesin, waktu datang ke daerah Kalimantan Timur ini.

Saat itu beliau bertemu dengan Raja Kutai Kaertanegara. Karna kebaikan hati dari Raja Kutai Kartanegara, diberikanlah wilayah disalah satu tempat di Kalimantan Timur.

Lamohan Daeng Mangkona dapat dikatakan sebagai pahlawan Daerah Kota Samarinda. Walau tidak seperti Pangeran Antasari dari Banjarmasin yang memimpin Perang Banjar (Waranurastuti,66: 2013). Beliau hanya membantu mengawasi daerah Kalimantan dari penjajahan, dengan bermukim secara berkelompok di daerah pinggiran sungai. Yang kemudian diberinama Samarenda, karena rumah-rumah saat itu memiliki ketinggian yang sama rendahnya. Dengan artian, tidak membedakan mana yang miskin dan yang kaya.

Diperkirakan kelompok Lamohan Daeng Mangkona kurang-lebih 200 orang. Menurut cerita beliau memiliki tubuh yang tinggi besar, menggunakan surban putih dan tasbih yang dia gunakan sebesar biji pinang. Untuk keturunannya, silsilahnya masih terputus sampai saat ini. Bahkan, istri dan anak beliau saja yang makamnya berada di sebelah dan depan Makam Lamohan Daeng Mangkona tidak diketahui siapa namanya. 


Umur makam Lamohan Daeng Mangkona ini diperkirakan 300 tahun yang lalu. Makam ini berasal dari kayu ulin, tapi belum di ketahui kayu ini berasal dari Kalimantan atau dari tempat lain. Makam ini mulai dirumahkan sejak tahun 1994. Sisanya, sekitar ada 100 makam lain, yang dibiarkan tetap di tanah. Pengurus makam ini hanya membesihkannya saat sudah di tumbuhi rumput-rumput tinggi.




Setiap ketinggian batu nisan makam para pengikut Lamohan Daeng Mangkona, rata-rata hampir sama. Walaupun ada beberapa yang memiliki batusan yang tinggi. Menurut penjaga makam, mungkin dulu memiliki pangkat yang tinggi dari pada yang lain.


Sebagai penghargaan, Pemerintah Kota Samarinda menjadikan Lamohan Daeng Mangkona adalah pendiri Kota Samarinda. Makam ini sudah dijadikan Cagar Budaya Nasional, bukan lagi Cagar budaya Daerah.

Alasan kenapa makam ini sudah memenuhi syarat. Seperti, berusiai lebih dari 100 tahun, memiliki nilai sejarah dan benda-bendanya belum pernah diganti dari awal penemuannya.

Selain sebagai tokoh pembuka Kota Samarinda, Lamohan Daeng Mangkona juga sebagai salah satu tokoh penyebar Agama Islam di Kalimantan. Hal ini diperkuat pada tulisan arab di batu nisan Lamohan Daeng Mangkona yang menunjukkan kalau beliau beragama Islam.

Menurut Saya...
Menurut pendapat saya, sosialisasi tentang Makam Lamohan Daeng Mangkona lebih ditingkatkan bukan hanya untuk mahasiswa. Tapi lebih untuk masyarakat umum, karna masih banyak yang belum mengetahui siapa tokoh pendiri daerah Samarinda ini. Belum lagi, petunjuk tempat Makam Lamohan Daeng Mangkona ini sangat minim. 
Saya harap juga, pemerintah kota bisa lebih mendalami tentang sejarah Lamohan Daeng Mangkona. Agar untuk yang ingin mengenalnya lebih mudah. Karna untuk mendalam setiap tokoh pahlawan perlu sejarah yang utuh bukan yang hanya sebagaian.

Daftar Pustaka
Prihantini, Ainia. 2015. Kamus Mini Bahasa Indonesia. Jakarta: Bentang Pustaka.
Dachlan, H. Oemar. Kalimantan Timur Dengan Aneka Ragam Permasalahan dan Berbagai Peristiwa Bersejarah yang Mewarnainya. Jakarta: Yayasan Bina Ruhui Rahayu.
Koentjaraningrat. 1983. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Djambatan.
Waranurastuti, Venti. 2013. RIPUT: Rangkuman Ilmu Pengetahuan Umum Terlengkap. Jakarta: Cerdas.

Sumber foto
-Dias Kinanda
-Anggi Novalita

Referensi web
http://www.sentra-edukasi.com/2011/06/pengertian-ciri-ciri-dan-jenis-jenis.html
(Dikutip pada tanggal 16 April 2017)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar